Gamapi

Dipublikasikan pada 26 Maret 2022

Oleh:
Jasen Fransiscus (MKP 2021)
Rizqy Putra Wicaksono (MKP 2021)


Pendahuluan 

Invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina pada bulan Februari lalu menciptakan ruang perdebatan bagi berbagai pihak. Selain perdebatan antara kaum pro barat dan pro timur, ruang perdebatan juga muncul di internal pro barat itu sendiri, yaitu antara Ukraina dan North Atlantic Treaty Organization (NATO). Hal itu muncul setelah adanya pernyataan dari Presiden Ukraina, Volodymyr   Zelensky.   Ia   mengkritik   sikap   NATO   yang   terlalu   pasif   dalam   menyikapi permasalahan invasi Rusia terhadap Ukraina. Salah satu bentuk kepasifan ini ditunjukkan dengan tidak adanya pengimplementasian kebijakan No Fly Zone di wilayah Ukraina (Paybarah and Hopkins, 2022). Dalam sebuah kesempatan, Presiden Zelensky sendiri bahkan menyebut bahwa sejumlah kematian yang menimpa Ukraina sebagai dampak dari NATO yang tidak memberlakukan kebijakan No Fly Zone (BBC, 2022).

UkraineRusia_1

Problematik No Fly Zone dan Pemecahannya

Sikap dari Presiden Zelensky yang begitu mendesak NATO untuk menerapkan kebijakan No Fly Zone di langit Ukraina memang bukan tanpa alasan. Sebab, tiga anggota NATO, yaitu Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat juga termasuk dalam anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam praktiknya, kebijakan No Fly Zone ini baru bisa diberlakukan apabila Dewan Keamanan PBB telah memberi mandat kepada sebuah otoritas sebagaimana diatur dalam Bab 7 Pasal 42 Piagam PBB. Secara esensial, bab tersebut mengatur pemberian izin dari PBB untuk melakukan tindakan blokade, demonstrasi, dan operasi lain yang mencakup wilayah darat, laut, dan udara apabila tindakan diplomasi sudah tidak dapat dilakukan (United Nations, 1945). Dalam masalah Rusia dan Ukraina, pihak yang diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB dapat melarang seluruh pihak untuk terbang di langit Ukraina, kecuali pihak yang diberi mandat itu sendiri.

Pembahasan tentang pemberian mandat kepada NATO sendiri haruslah dilakukan secara cekatan. Hal ini didasari atas posisi Rusia yang juga menjadi salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Anggota tetap ini sendiri memiliki sebuah hak veto yang memungkinkan Rusia untuk menolak adanya kebijakan No Fly Zone di langit Ukraina (Kiger, 2022). Namun, layaknya sebuah peluang dalam matematika, terdapat aspek lain yang dapat membuat kebijakan No Fly Zone ini dapat diberlakukan.

Dalam situs publikasi penelitian milik parlemen inggris, dijelaskan bahwa terdapat hal lain yang menjadi aspek legal dalam pemberlakukan kebijakan No Fly Zone selain mandat Dewan Keamanan PBB, yaitu adanya persetujuan ataupun permohonan dari negara yang sedang mengalami konflik. Aspek itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu hal yang perlu dipenuhi atas dasar kemanusian (Holland and Butchard, 2022). Hal ini tentu dapat semakin meminimalisasi permasalahan terkait pengaruh Rusia dalam pemberian mandat Dewan Keamanan PBB.


Dampak Penolakan dan Penetapan No Fly Zone bagi Ukraina

Bagi sebagian pihak, kebijakan No Fly Zone merupakan suatu hal yang penting untuk diberlakukan. Hal itu didasari atas hal yang akan mungkin terjadi apabila kebijakan ini tidak diberlakukan, yaitu peningkatan serangan udara Rusia di Ukraina. Selain itu, serangan udara tersebut juga dapat menimbulkan berbagai hal buruk lainnya bagi Ukraina, seperti 1) Memunculkan korban jiwa yang lebih banyak; 2) Mempermudah pergerakan pasukan Rusia dalam merebut Ibu Kota Kyiv, sebagaimana pada tanggal 13 Maret 2022, Pasukan Rusia sudah berada kurang lebih 25 kilometer dari ibu kota; dan 3) Mempermudah pasukan Rusia menghentikan pasokan bantuan negara tetangga untuk Ukraina, terutama melalui serangan udara.

Melihat berbagai dampak yang ditimbulkan apabila kebijakan No Fly Zone tidak diimplementasikan dan aspek legalitas yang ada. Hal itu tentu akan mempersempit alasan NATO yang enggan memberlakukan kebijakan No Fly Zone di langit Ukraina. Namun, penetapan kebijakan No Fly Zone dan intervensi militer tidak bisa menjadi jawaban pasti dalam menyelesaikan konflik, mengingat kekuatan militer dan senjata nuklir milik Rusia yang sulit ditandingi. Hal itu sendiri dapat dilihat dari data yang menunjukkan jumlah senjata nuklir rusia mencapai 5.977 hulu ledak dengan 1.588 hulu ledak yang siap digunakan. Jumlah itu masih jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 5.428 hulu ledak (Federation of American Scientist, 2022).

Jika dilihat dari besarnya risiko yang ditimbulkan, kebijakan No Fly Zone bisa saja menjadi “senjata makan tuan” bagi masyarakat Ukraina, bahkan Eropa. Sebab, hal tersebut dapat semakin memperburuk kekacauan di daratan Ukraina, memperluas dampak konflik, dan tentunya menimbulkan lebih banyak korban jiwa. Terlebih lagi, dengan pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, yang terus-menerus memperingatkan NATO dan barat untuk tidak ikut campur terhadap konflik ini (Ehlinger, 2022). 

Penolakan kebijakan No Fly Zone tampaknya menjadi salah satu pilihan yang tepat bagi NATO. Selain penerapan kebijakan yang berisiko, intervensi yang berlebihan dari NATO juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan. Mengingat bahwa    Ukraina    belum     menjadi bagian dari anggota NATO sehingga tidak ada legitimasi bagi NATO untuk mengerahkan bantuan militer secara penuh.

UkraineRusia_2

Dampak bagi Solidaritas Anggota NATO

Invasi yang dilakukan Rusia memberikan arti penting terhadap solidaritas dan kerja sama bagi negara-negara anggota NATO. Beberapa negara, seperti Estonia, Latvia, dan Lithuania yang telah bergabung sejak tahun 2004 merasa jauh lebih aman dari ancaman invasi. Bukan hanya itu, invasi ini menunjukkan bagaimana peran NATO dalam memberikan jaminan keamanan bagi negara anggota dari segala bentuk serangan. Di sisi lain, Ukraina yang cenderung berjuang sendiri menghadapi invasi, memberikan gambaran bagaimana hubungan negara non-anggota terjalin. Hal tersebut dapat dilihat dari pertimbangan kebijakan No Fly Zone yang mengarah kepada kepentingan negara anggota NATO dan Eropa.

Invasi yang menimpa Ukraina memberikan gambaran menguatnya solidaritas negara anggota NATO. Menguatnya solidaritas tersebut dapat dilihat dari agenda dan kegiatan NATO yang jauh lebih aktif menanggapi invasi yang menimpa Ukraina. Tentunya NATO dan negara anggotanya tidak dapat melakukan intervensi secara langsung,   tetapi   invasi   ini   kemudian menggambarkan bagaimana negara anggota NATO secara tanggap bersama-sama memberikan bantuan kepada Ukraina.  Bukan hanya itu, keputusan atas kebijakan No Fly Zone juga menunjukkan peran NATO yang memprioritaskan keberlangsungan negara anggota dan keamanannya. Dalam hal ini, bagaimanapun hasil akhir dari konflik Rusia dan Ukraina, NATO akan berperan untuk menghadang dampak konflik tersebut meluas ke wilayah anggota NATO.

UkraineRusia_3

Kesimpulan

Keputusan ditetapkannya No Fly Zone tentunya harus didasari oleh banyak pertimbangan mulai dari landasan hukum, risiko yang ditimbulkan, aktor yang berperan, dan urgensi penetapannya. Langkah NATO dalam menolak kebijakan No Fly Zone juga didasari dari berbagai pertimbangan, seperti batasan intervensi dalam konflik, risiko meluasnya konflik ke wilayah Eropa, dan risiko pecahnya perang antara NATO serta Eropa dengan Rusia. Dampak dari penetapan maupun penolakan kebijakan No Fly Zone tetap akan terjadi. Namun, sejauh ini, langkah NATO dalam menolak kebijakan No Fly Zone menjadi langkah yang paling aman dalam memberikan bantuan kepada Ukraina. Dengan kata lain, peran NATO saat ini hanya bisa memberikan bantuan dengan berbagai pasokan senjata dan menyerahkan konflik ini kepada Ukraina.


Opini versi PDF dapat diunduh di bawah

Loader Loading…
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Unduh [404.01 KB]

Referensi

BBC. (2022, March 5). War in Ukraine: Zelensky slams Nato over rejection of no-fly zone. BBC News. https://www.bbc.com/news/world-europe-60629175

Blanes, Powers, Peterson, Tierney. (2022, March 16). Poll: Experts Oppose No-Fly Zone Over Ukraine. https://foreignpolicy.com/2022/03/16/poll-no-fly-zone-ukraine-zelensky-speech-biden/

Ehlinger, Maija (2022, March 13). Russia sends warning to the US about transferring weapons to Ukraine, according to state media. CNN. https://edition.cnn.com/europe/live-news/ukraine-russia-putin-news-03-12-22/h_595fcdf0702f6fa41c4dc3ba
59e26ab

Federation of American Scientist. (2022). Status of World Nuclear Forces. Diakses pada 14 Maret 2022, dari https://fas.org/issues/nuclear-weapons/status-world-nuclear-forces/ 

Finn, Teaganne. (2022, March 8). What is a no-fly zone, and why has NATO so far rejected calls for one over Ukraine?. NBC News. https://www.nbcnews.com/politics/national-security/no-fly-zone-nato-far-rejected-calls-one-ukraine-rcna18918

Holland, Louisa and Butchard, Patrick. (2022, March 7). No Fly Zones and Ukraine. Commons Library Parliament UK. https://commonslibrary.parliament.uk/research-briefings/cbp-9488/

Kiger, Patrick. (2022, March 11). How No Fly Zones Work. Howstuffworks. https://science.howstuffworks.com/no-fly-zone.htm

Paybarah, Azih and Hopkins, Valerie. (2022, March 4). Zelensky Criticizes NATO Over its Rejection of a No-Fly Zone. New York Times. https://www.nytimes.com/2022/03/04/world/europe/zelensky-nato-no-fly-zone-ukraine.html

United Nations. (1945, October 24). The Charter of the United Nations. Chapter 7. Article 42. 

Youssef, Nancy A. (2022, March 8). What Is a No-Fly Zone and Why Has NATO Rejected Ukraine’s Calls for One?. The Wall Street Journal. https://www.wsj.com/articles/what-is-no-fly-zone-ukraine-russia-nato-us-11646783483

Categories: Opini dan Wawasan